USUL FIKIH

Arti Usulul Fiqh yaitu : Mengetahui dalil fikih secara global (ijmal) dan cara mempergunakannya serta mengetahui keadaan orang yang mempergunakannya (mujtahid atau ahli ijtihad); mengetahui kaidah kulli (umum) yang dapat dipergunakan untuk meng-istinbat-kan (mengambil) syarak (hukum Islam) dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Berasal dari kata usul dan fiqh (fikih). Kata usul (jamak dari kata asl) secara bahasa mengandung beberapa pengertian, di antaranya adalah sesuatu yang di atasnya dibangun sesuatu yang lain. Secara istilah, asl mempunyai beberapa pengertian, yaitu :
1. far' (cabang), seperti anak adalah cabang dari ayah;
2. kaidah, seperti dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang mengatakan: "Islam itu dibina atas lima usul (kaidah)";
3. rajih (yang lebih kuat), seperti pernyataan: Al-Qur'an asl bagi kias. Artinya Al-Qur'an lebih kuat daripada kias;
4. mustashab (sesuatu yang dianggap sebagai semula), misalnya seorang yang berwudu merasa ragu apakah ia masih suci atau tidak, sementara ia merasa yakin betul belum melakukan sesuatu yang membatalkan wudunya. Oleh sebab itu, ia tetap merasa masih berwudu;
5. dalil (alasan), seperti ucapan para ulama: "Usul dari hukum ini adalah ayat dari Al-Our'an."
Selanjutnya fikih dapat diartikan sebagai paham atau pemahaman yang mendalam yang membutuh-kan pengerahan potensi akal. Pengertian ini didapati dalam surah Hud ayat 91 dan surah al-An'am ayat 65. Fikih menurut Imam Syafi'i adalah me­ngetahui hukum syarak yang bersifat 'amali (amalan) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang ter­perinci.

Perbedaan Usul Fikih dan Fikih.
Dari definisi di atas terlihat bahwa objek kajian usul fikih adalah :
1. pembahasan dalil-dalil yang dipergunakan dalam menggali dalil-dalil syarak. Dalil-dalil syarak tersebut ada yang disepakati oleh semua ulama, yaitu Al-Our'an dan sunah, dan ada yang disepakati oleh kebanyakan ulama, yaitu ijmak dan kias. Ada pula yang diperselisihkan oleh mereka tentang kehujahannya, seperti istihsan, istishab (memberlakukan hukum yang ada sejak semula), al-maslahah al-mursalah,sadd az-zari'ah (mencari inti permasalahan dan dampak suatu perbuatan), dan urf (adat istiadat);
2. pembahasan dalil-dalil yang bertentangan dan bagaimana cara men-tarjih (menguatkan), seperti pertentangan antara Al-Qur'an dan sunah atau antara sunah dan pendapat akal;
3. pembahasan ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat seorang mujtahid;
4. pembahasan syarak itu sendiri, apakah yang bersifat tuntutan (melakukan atau meninggalkan), yang sifatnya boleh memilih atau yang sifatnya wad'i (sebab, syarat, dan halangan); dan
5. bagaimana cara berhujah dengan dalil-dalil tersebut, apakah dari segi lafal dalil itu sendiri atau melalui mafhum (pemahaman) terhadap nas.
Dengan demikian terlihat jelas perbedaan antara objek usul fikih dan objek fikih itu sendiri. Objek kajian usul fikih adalah dalil-dalil, sedangkan objek fikih adalah perbuatan seseorang yang telah mukalaf (telah dewasa dalam menjalankan hukum). Jika usuli (ahli usul fikih) membahas dalil-dalil dan kaidah-kaidah yang bersifat umum, maka fukaha (ahli fikih) mengkaji bagaimana dalil-dalil juz'i (sebagian) dapat diterapkan pada peristiwa-peristiwa yang partial (khusus).