MUJTAHID

Orang yang melakukan ijtihad; ula­ma yang ahli dalam bidang fikih. Agar ijtihadnya dapat menjadi pegangan bagi umat, seorang mujtahid harus memiliki beberapa persyaratan.Persyaratan untuk menjadi mujtahid, menurut Yusuf al-Qardawi (ahli usul dan fikih) dalam bukunya al-Ijtihad fi asy-Syari'ah al-Islamiyyah, ada delapan, yaitu:
1. memahami Al-Qur'an dengan asbab an-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur'an), ayat-ayat nasikh dan mansukh (yang menghapuskan dan yang dihapus; Nasikh dan Mansukh);
2. memahami hadis, ilmu hadis dirayah-nya, hadis-hadis yang nasikh dan mansukh, dan sebab-sebab wurud (sebab munculnya hadis-hadis);
3. mempunyai pengetahuan yang mendalam ten-tang bahasa Arab;
4. mengetahui tempat-tempat ijmak;
5. mengetahui usul fikih;
6. mengetahui maksud-maksud syariat;
7. memahami masyarakat dan adat istiadatnya; dan
8. bersifat adil dan tak-wa. Di samping delapan syarat ini, beberapa ulama menambahkan tiga syarat lagi, yaitu: (1) mendalami ilmu usuluddin, 2) memahami ilmu mantik (logika), dan 3) menguasai cabang-cabang fikih.
Berdasarkan ijtihad yang dilakukan, ulama mengelompokkan mujtahid dalam beberapa tingkatan. Muhammad Abu Zahrah (ahli usul, fikih, dan kalam) dalam bukunya Usul al-Fiqh menyebut enam tingkatan, yaitu :
1. mujtahid mustaqill, yaitu mujtahid yang mengeluarkan hukum-hukum dari Al-Qur'an dan sunah, melakukan kias, berfatwa, dan ber-istihsan. Mereka menempuh segala cara ber-istidlal (pengambilan dalil) yang ditentukan sendiri dan tidak mengikuti pendapat siapa pun. Mujtahid mustaqill adalah tingkatan mujtahid yang paling tinggi;
2. mujtahid muntasib, yaitu mujtahid yang memilih perkataan-perkataan seorang imam pada hal-hal yang bersifat mendasar dan berbeda pendapat dengan mereka dalam hal-hal furuk (cabang) walaupun pada akhirnya ia akan sampai pada hasil yang serupa dengan yang telah dicapai imam tersebut;
3. mujtahid fi al-mazhab, yaitu mujtahid yang mengikuti pendapat imam mazhab, baik dalam hal-hal usul (pokok) maupun furuk. Usahanya hanya terbatas dalam meng-istinbat-kan atau menyimpulkan hukum-hukum bagi persoalan-persoalan yang belum ditemui hukumnya dalam pendapat imam mazhab;
4. mujtahid murajjih, yaitu mujtahid yang meng-istinbat-kan hukum-hukum yang tidak diijtihadkan oleh para ulama sebelumnya. Sebenarnya, mujtahid pada tingkat ini tidak meng-istinbat-kan hukum-hukum, tetapi mereka hanya melakukan tarjih (mencari pendapat imam mazhab yang lebih kuat);
5. mujtahid muhafiz, yaitu mujtahid yang mengetahui hukum-hukum yang telah di-tarjih-kan oleh para ulama sebelumnya; dan
6. mujtahid muqallid, yaitu mujtahid yang hanya sanggup memahami pendapat-pendapat mujtahid lain, tidak mampu melakukan tarjih.
Yusuf al-Qardawi menyebutkan empat tingkatan mujtahid, yaitu:
1. mujtahid mustaqill,
2. muj­tahid muntasib,
3. mujtahid fi al-mazhab, dan
4. mujtahid fatwa (mujtahid murajjih).